I.
Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa
selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es
yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya
mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan
di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.
Temperatur pada musim dingin dan malam
hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih
lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum
begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah
akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini
disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan
tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak,
sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap
derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat
sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai
akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah.
Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan
bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane)
yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar.
Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin
mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Satidaknya ada 10 bencana besar yang diperkirakan terjadi akibat pemanasan
global.
II.
kenaikan permukaan air laut
Salah satu akibat pemanasan global
adalah dapat mencairnya es di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Pencairan es
tersebut menyebabkan naiknya permukaan air laut. Peningkatan permukaan air laut
memperbesar resiko banjir. Hal ini terutama berlaku jika pemanasan global
dikaitkan dengan terjadinya badai dan topan yang ganas.
Banyak negara berkembang sangat
bergantung pada industri pariwisata. Salah satu daya tariknya ialah
pantai-pantai pasir yang luas dan bersih. Untuk gambaran kasarnya, jika terjadi
peningkatan permukaan air laut setinggi 10 cm, berarti hilangnya sekitar 10 m
pantai.
Meningkatnya permukaan air laut mendorong batas antara air asin dan air tawar di muara sungai lebih jauh ke daratan. Peningkatan setinggi 10 cm akan cenderung mengakibatkan penembusan air laut sekitar satu kilometer lebih jauh ke darat dalam muara datar. Penembusan air asin ke dalam cadangan air tawar dapat menjadi masalah serius ketika permukaan air laut naik.
Meningkatnya permukaan air laut mendorong batas antara air asin dan air tawar di muara sungai lebih jauh ke daratan. Peningkatan setinggi 10 cm akan cenderung mengakibatkan penembusan air laut sekitar satu kilometer lebih jauh ke darat dalam muara datar. Penembusan air asin ke dalam cadangan air tawar dapat menjadi masalah serius ketika permukaan air laut naik.
III.
Penurunan Hasil Panen Pertanian dan Perikanan
Dengan terjadinya pemanasan global
ini maka akan terjadi perubahan iklim, dimana Jika iklim berubah seperti yang
diramalkan, kemungkinannya bermacam-macam dan bahkan bisa suram. Penurunan
curah hujan jelas akan merupakan bencana bagi petani miskin di daerah kering,
misalnya di Afrika, Brasil, Pakistan serta India, dan dampak tersebut tidak
terbatas pada daerah kering saja. Sebagai contoh:
Pemanasan global dapat membuat
daerah Barat-Tengah Amerika Serikat menjadi lebih panas dan berangin. Apa yang
dapat terjadi sudah dirasakan ketika kekeringan dan suhu tinggi pada 1988
menurunkan hasil panen gabah sebesar 30 persen. Penurunan hasil panen seperti
ini, jika berlangsung terus, hampir pasti akan berakibat serius bagi negara
berkembang serta negara-negara lain yang bergantung pada impor gabah dari
Amerika Serikat.
Para petani dimanapun telah menunjukkan diri mampu melakukan penyesuaian diri untuk menanggapi perubahan keadaan. Mereka bersiap mengganti tanaman ketika pasar berubah, menerapkan jenis biji baru ketika mereka melihat bahwa jenis tersebut lebih menguntungkan, mengubah teknik bertani, atau mengambil langkah apapun yang mungkin meningkatkan keamanan atau pendapatan mereka. Tetapi penyesuaian diri demikian memerlukan waktu dan uang. Jika dunia sedang menuju ke abad yang suhu globalnya meningkat terus, kecepatan dan kelanjutan perubahan akan meletakkan beban berat pada para petani di mana-mana.
Walaupun begitu, tidak seluruh kemungkinan negatif. Misalnya, ada kemungkinan bahwa kondisi di beberapa daerah akan menjadi lebih menguntungkan bagi tanaman pertanian daripada sekarang. Sebagai contoh:
Para petani dimanapun telah menunjukkan diri mampu melakukan penyesuaian diri untuk menanggapi perubahan keadaan. Mereka bersiap mengganti tanaman ketika pasar berubah, menerapkan jenis biji baru ketika mereka melihat bahwa jenis tersebut lebih menguntungkan, mengubah teknik bertani, atau mengambil langkah apapun yang mungkin meningkatkan keamanan atau pendapatan mereka. Tetapi penyesuaian diri demikian memerlukan waktu dan uang. Jika dunia sedang menuju ke abad yang suhu globalnya meningkat terus, kecepatan dan kelanjutan perubahan akan meletakkan beban berat pada para petani di mana-mana.
Walaupun begitu, tidak seluruh kemungkinan negatif. Misalnya, ada kemungkinan bahwa kondisi di beberapa daerah akan menjadi lebih menguntungkan bagi tanaman pertanian daripada sekarang. Sebagai contoh:
Satu calon bagi perbaikan iklim
demikian adalah Republik Rusia, bekas bagian dari Uni Soviet. Diperkirakan
bahwa suhu yang lebih tinggi disertai peningkatan curah hujan yang mungkin
terjadi akan meningkatkan hasil gabah sampai 50 persen. Ini akan memungkinkan
bagi Uni Soviet untuk menjadi salah satu pengekspor gabah terbesar, dan tidak
lagi bergantung pada impor dari Amerika Serikat.
Terumbu karang merupakan ekosistem
planet yang paling beragam. Satu terumbu dapat mendukung sebanyak 3000 spesies
kehidupan laut. Terumbu terutama rentan terhadap perubahan apapun dalam
lingkungannya. Kondisi ekstrem dapat menyebabkan ganggang simbiotik yang peka,
pemberi warna dan makanan pada karang akan terlepas keluar. Jika hal ini
terjadi, kerangka kapur dari karang akan terkelupas, sehingga memberi warna
keputihan. Karang biasanya mendapatkan kembali ganggang setelah kejadian
tersebut, tetapi kejadian yang berulang dan lama akan mencegah pertumbuhan dan
reproduksi karang dan lambat-laun akan membunuh mereka.
IV.
perubahan keanekaragaman hayati
Setiap jenis tumbuhan dan hewan
hanya dapat hidup dalam satu wilayah atau iklim yang sesuai dengan
kebutuhannya. Sebagai contoh:
Jenis pohon tertentu sesuai tumbuh
di daerah curah hujan dan suhu savana. Jika iklim menjadi lebih panas dan lebih
kering, pohon ini kalah dibandingkan semak rendah yang jarang tumbuhnya dan
dapat hidup dalam iklim lebih keras. Jenis pohon ini akan digantikan secara
alami oleh jenis lain yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan iklim baru.
Jika perubahannya lambat, akan terjadi penyesuaian diri secara bertahap terhadap iklim baru, seperti yang telah terjadi masa lalu. Diperkirakan jika kondisi yang lain tetap, tumbuh-tumbuhan perlu pindah 100 – 150 km ke arah kutub untuk mengatasi peningkatan suhu sebesar 1°C.
Jika perubahannya lambat, akan terjadi penyesuaian diri secara bertahap terhadap iklim baru, seperti yang telah terjadi masa lalu. Diperkirakan jika kondisi yang lain tetap, tumbuh-tumbuhan perlu pindah 100 – 150 km ke arah kutub untuk mengatasi peningkatan suhu sebesar 1°C.
V.
Dampak sosial dan politik
Perubahan cuaca dan lautan dapat
mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat
stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan
gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan
peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat
menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir,
badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam
biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare,
malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis,
penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi
dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne
diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam
Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak.
Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq
Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat
tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi
kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun
punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan
berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada
peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran
hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan
oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada waterborne diseases
dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas
pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
saluran pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis,
penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain
VI.
Pulau Tenggelam
Indonesia , Amerika Serikat, dan
Bangladesh adalah beberapa negara yang paling terancam tenggelam. Bahkan
beberapa pulau di Indonesia sudah hilang tenggelam. Ini disebabkan mencairnya
permukaan gletser di kutub yang membuat volume air laut meningkat drastis.
Menyusutnya hutan bakau memperparah pasangnya air laut. Sekarang saja
pasang air laut Pantai Kuta telah membanjiri beberapa lobi hotel
disekitarnya. Pulau Jawa juga bernasib sama , sampai saat ini permukaan Teluk
Jakarta sudah naik 0,8 cm. Dan kalau suhu bumi terus naik , tahun 2050
derah-daerah Jakarta dan Bekasi seperti Kosambi , Penjaringan , Cilincing ,
Muaragembong , dan Tarumajaya akan terendam.
VII.
Badai
Badai memang bisa terjadi karena
kehendak alam. Tapi suhu air yang menghangat akibat global warming
mendukung terjadinya badai yang jauh lebih kuat dan besar. Beberapa tahun
belakangan ini , negara-negara di Eropa, Amerika, dan Karibia telah
mengalami begitu banyak badai dibandingkan abad sebelumnya. Bahkan badai-badai
tersebut bukan cuma badai biasa, namun masuk kategori badai mematikan ,
seperti badai katrina,badai ike, badai nargis, badai rita,dll.
VIII.
Gelombang Panas
Tahun 2003 lalu, Eropa
diserang gelombang panas alias heat wave , yang menewaskan banyak
orang. Mengejutkan ! Tapi bencana ini sudah diperkirakan ratusan tahun yang
lalu , tepatnya tahun 1900 oleh para ilmuwan di masa itu . Gelombang panas
memang pernah terjad beberapa kali di bumi , namun belakangan ini makin
sering terjadi. Dan diperkirakan 40 tahun lagi frekwensinya akan meningkat 100
kali lipat.
IX.
Kekeringan
Afrika, India, dan daerah-daerah kering
lainnya bakal menderita kekeringan lebih parah ! Air akan makin sulit di dapat
dan tanah tak bisa ditanami apa-apa lagi, hingga suplai makanan berkurang
drastis. Ilmuwan memperkirakan hasil tani negara-negara Afrika akan menurun 50
% di tahun 2020 , dan tingkat kekeringan di dunia meningkat 66 % . Tak
terbayang kalau kekeringan ini sampai terjadi di bumi ini.
X.
Perang dan Konflik
Negara yang kekurangan air dan bahan
pangan kemungkinan besar akan mengalami panik dan berubah jadi agresif. Lalu bukan
tak mungkin mereka berusaha saling merebut lahan yang belum rusak.
XI.
Ekosistem Hancur
Perubahan iklim yang terjadi akibat
global warming akan menghancurkan ekosistem yang ada. Setelah sebagian
mahkluk hidup di bumi musnah akibat bencana kekeringan, banjir , badai, atau
ditenggelamkan air laut, mahkluk hidup yang tersisa bakal mengalami kesulitan
untuk bertahan hidup. Penyebabnya adalah berkurangnya sumber air , udara
bersih, bahan bakar , sumber energi , bahan makanan, obat-obatan yang dibutuhkan
untuk survive.
XII. Mahkluk Hidup Punah
Sebanyak 30 % mahkluk hidup yang
ada sekarang bakal musnah tahun 2050 kalau temperatur bumi terus naik.
Spesies yang punah ini kebanyakan yang habitatnya di tempat dingin .
Hewan-hewan laut diperkirakan banyak yang tak bisa bertahan setelah suhu air
laut jadi menghangat. Kalau tumbuhan dan hewan makin berkurang, jelas manusia
akhirnya terancam karena kekurangan bahan makanan. Katak Atelopus sp misalnya,
punah akibat infeksi fungi patogen Batrachocytrium dendrobatridis yang terus
meningkat akibat peningkatan suhu di sekitar pegunungan Amerika Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar